Tapi anyway, kalo bangsa ini cukup pintar dan cukup cerdas, who needs television? Ga gitu juga kali ya. Ga semua orang hobi baca, dan layar kaca adalah salah satu media paling universal dalam proses penyerapan informasi. Oke, balik lagi ke topik, kenapa saya bilang acara-acara televisi nasional bisa bikin kecerdasan bangsa terpuruk. Well ga semua acara kaya gitu, hanya beberapa acara yang ditaro di waktu-waktu prime time aja yang menurut saya kurang begitu mendidik. WTF??PrimeTime?? Artinya hampir seluruh bangsa Indonesia, hampir pada saat yang sama mencoba menurunkan kadar intelejensinya secara bersamaan. Ini jelas bukan sebuah berita yang baik tentunya.
Saya sok tau banget ya, emang semua acara prime time kaya gitu? Apa aja sih? Sekali lagi, jangan percaya tulisan ini 100%, unless anda merasakan hal yang sama dengan isi tulisan ini, karena tulisan ini bersifat sangat-sangat-sangat-sangat subjektif. Juga, saya sangat terbuka terhadap semua kritik yang membangun. Balik lagi, saya kasih beberapa acara yang banyak ditayangin di waktu-waktu prime time.
- Sinetron
- Sinetron
- Sinetron
- Sinetron
- Sinetron
- Sitkom
- apa lagi ya...you mention it.
Beberapa waktu yang lalu saya belajar aplikasi statistika bisnis, dimana dalam analisis jalur bukan hanya variabel x saja yang mempengaruhi variabel y, tetapi ada epsilon, yakni variabel-variabel lainnya yang memiliki pengaruh. Dalam kasus ini, saya berpikir pesatnya pertumbuhan industri pertelevisian nasional yang sebagian besar berisi sinetron dipengaruhi oleh tingkat pendidikan bangsa ini yang masih rendah. Tingkat pendidikan rendah terkait dengan kebodohan, dan kebodohan identik dengan kemiskinan. Mereka tidak ingin menonton acara yang menguras otak, mengharuskan mereka untuk berpikir. Mereka menonton acara-acara tersebut agar dapat melupakan sejenak permasalahan hidup yang sedang mereka hadapi. Artinya, bangsa ini hidup dalam khayalan tingkat tinggi, dimana dalam posisi mereka yang kurang menguntungkan mereka berharap kejatuhan duren dengan datangnya seorang pangeran dengan kuda putih yang membagi-bagikan pamflet berisi lowongan untuk menjadi istrinya, keluarganya dan dapat hidup di istananya yang mewah. Come on, kita harus melihat dunia ini dengan logika. Tidak ada keberhasilan yang didapat tanpa effort yang setimpal. Hal tersebut selama ini menjadi prinsip hidup saya.
Lalu apa epsilonnya? Saya melihat peranan pemerintah dalam kasus ini juga cukup besar. Cukup besar untuk membiarkan masyarakat larut dalam proses penurunan kadar intelejensi. Kalau saja pemerintah cukup kritis untuk membuat regulasi tentang kualifikasi acara-acara yang mendidik bangsa ini. Tapi hey masih banyak yang harus dipikirkan negara ini selain sinetron dirut tukang ojek yang menikah dengan tukang sapu. Selama masyarakat senang, dan sektor swasta berjalan dengan baik, kenapa juga harus dilarang.
Akhirnya, saya megajak anda untuk membuka mata hati dan pikiran untuk bersama-sama membangun bangsa ini in a great way. Masih banyak ko jalan lain untuk membenahi negara selain cuma ngomongin sinetron-sinetron kaya gini yang emang saya gatau cara membenahinya. hehehe. Intinya...balik lagi ke diri anda masing masing. Apakah yang anda lakukan sudah cukup bermanfaat bagi diri anda, sudah bermanfaat bagi keluarga, teman-teman, kantor, sekolah, atau negara? Berubahlah karena tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan perubahan.
ps: saya minta maaf kalo menyinggung hati dan jiwa -kalo memang ada- dirut perusahaan berusia 18 tahun yang sedang menyamar jadi tukang ojek untuk menemukan cinta sejati. Peace yo...
No comments:
Post a Comment